SOSIOLOGI MASYARAKAT SUKU MENTAWAI
Makalah ini
kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi pedesaan
Kelompok :
Yachya D1E011016
Enok nunung
nur a D1E011017
Novitasari D1E011018
Faizal
yunus D1E011019
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PETERNAKAN
2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih
kepada dosen pengampu mata kuliah sosiologi pedesaan, dan teman-teman yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini, juga kepada pihak-pihak lain yang
tidak bisa kami sebutkan satu persatu kami ucapkan terimakasih . Tugas ini
bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui kehidupan suku Mentawai. Tugas ini membahas tentang sosiologi masyarakat pada suku mentawai yang
tinggal di kepulauan mentawai, Sumatra Barat
Makalah ini sebenarnya masih jauh dari kata sempurna,
sehingga jika ada saran maupun kritik yang bersifat membangun, dengan senang
hati kami akan menerima dengan lapang dada. Semoga makalah yang kami buat ini
dapat bermanfaat.
Purwokerto, 23 Maret 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................2
Daftar Isi ……………………………………………………………………...3
Bab I Pendahuluan ……………………………………………………………..4
Bab II Pembahasan ……………………………………………………………5
BAB III Penutup ………………………………………………………………10
Daftar Pustaka …………………………………………………………………11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman
budaya. Didalamnya terdapat daerah-daerah yang memiliki budaya yang berbeda dan
memiliki ciri khas tertentu. Salah satunya adalah Suku Mentawai. Dalam suku ini
terdapat banyak hal menarik yang bisa dikaji seperti religi, baju dan tato khas
Mentawai, dan perilaku-perilaku masyarakat disana.
Oleh karena
itu, penulis tertarik pada sistem kemasyarakatan suku Mentawai. Dengan mengambil judul “SOSIOLOGI MASYARAKAT SUKU MENTAWAI”,
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
dan alasan-alasan yang dikemukakan diatas maka rumusan masalah yang dapat
dikaji dala penelitian karya tulis ini adalah “ bagaimana kehidupan masyarakat
suku Mentawai ?”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lokasi dan Letak Geografis
Kabupaten
Kepulauan Mentawai adalah salah satu kabupaten yang terletak di provinsi
Sumatera
Barat, Indonesia. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan UU RI No. 49
Tahun 1999 dan dinamai menurut nama asli geografisnya. Kabupaten ini terdiri
dari 4 kelompok pulau
utama yang berpenghuni yaitu Pulau Siberut,
Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan yang
dihuni oleh mayoritas masyarakat suku Mentawai.
Selain itu masih ada beberapa pulau kecil lainnya yang berpenghuni namun sebagian
besar pulau yang lain hanya ditanami dengan pohon kelapa.
Antara daratan di sebagaian besar wilayah
Sumatra Barat dengan Kepulauan Mentawai dipisahkan oleh Selat Mentawai yang
juga sekaligus sebagai jalur transportasi perairan yang menghubungkan keduanya.
Kepulauan Mentawai sejajar dengan beberapa daerah penting seperti Pulau Siberut
dengan Kota Padang, Pulau Sipora dengan Indrapura, Pulau Pagai dengan Pagai
Selatan dengan wilayah provinsi Bengkulu. Sedangkan antara pulau-pulau di
Kepulauan Mentawai dipisah oleh 3 buah selat masing-masing; Selat Bunga Laut
diantara P.Siberut dengan P. Sipora, Selat Sipora diantara P. Sipora
dengan P. Pagai utara, Selat Sikakap
diantara P. Pagai Utara dengan P. Pagai Selatan. Selain itu juga terdapat selat
lain yang memisahkan wilayah Provinsi yaitu Selat Siberu yang merupakan batas
wilayah Provinsi Sumatra Barat (P. Siberut ) denga Provinsi Sumatra Utara (P.
Tenehela). Dari ke empat pulau besar di Kepulauan Mentawai, P. Siberut adalah
pulau yang besar dengan luas keseluruhan
daratannya adalah 4.097 Km2 kemudian berturut-turut pulau Sipora 916
Km2 , pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan seluas 1.733 Km2. Pulau Siberut
adalah tempat perkembangan Pertama bangsa suku Mentawai yang memiliki 2 buah
kecamatan yaitu Kecamatan Siberut Utara dan Kecamatan Siberut Selatan
B. Susunan masyarakat
Suku mentawai
sebagai penduduk utama di kabupaten ini, secara garis besar masyarakat ini tidak mempunyai gambaran yang
jelas tentang asal usul mereka. Masyarakat setempat menyebut negeri mereka
dengan nama Bumi Sikerei. Asal
usulnya yang menjadi perdebatan menjadikan suku itu suku yang misterius. ada
yang berpendapat, suku mentawai termasuk bangsa Polynesia dan ada yang
berpendapat merupakan bangsa proto-malayan (melayu tua). Proto-Melayu adalah nama yang pernah diberi kepada
"gelombang" pertama dari dua "gelombang" migrasi yang dulu
diperkirakan terjadi dalam pendudukan Nusantara oleh penutur bahasa Austronesia. Menurut teori "dua
gelombang" ini, termasuk Proto-Melayu di Indonesia
adalah Toraja
(Sulawesi Selatan), Sasak (Lombok), Dayak (Kalimantan
Tengah), Batak
(Sumatera
Utara), Nias
(pantai barat Sumatera Utara), Rejang,
dll.
Sebagian besar
penghuni pulau-pulau di kabupaten
Kepulauan Mentawai berasal dari pulau Siberut.
Masyarakat suku Mentawai secara fisik memiliki kebudayaan agak kuno yaitu zaman neolitikum dimana
pada masyarakat ini tidak mengenal akan teknologi pengerjaan logam, begitu pula bercocok
tanam maupun seni tenun. Secara turun
temurun, suku Mentawai hidup sederhana di dalam sebuah Uma. Uma merupakan rumah
yang terbuat dari kayu pohon. Arsitektur bangunan rumah Mentawai berbentuk
panggung.
Kesederhanaan hidup
suku Mentawai juga terlihat dari cara mereka berpakaian. Pada umumnya, pakaian
suku Mentawai masih tradisional. Kaum lelaki Mentawai masih mengenakan Kabit yakni penutup bagian tubuh bawah
yang hanya terbuat dari kulit kayu. Sementara bagian tubuh atas dibiarkan telanjang . Lain halnya dengan kaum
wanita, untuk menutup tubuh bagian bawah, mereka menguntai pelepah daun pisang hingga berbentuk
seperti rok. Sementara untuk tubuh bagian atas, mereka merajut daun rumbia hingga berbentuk seperti
baju. Kalaupun ada suku Mentawai yang mengenakan kain sarung ataupun pakaian
lengkap, jumlahnya hanya beberapa orang saja.
Jabatan
kepala suku disebut dengan Rimata. Seorang
rimata selain berperan sebagai kepala suku, juga berperan sebagai pemimpin kegiatan adat
yang berlangsung di dalam sukunya seperti penetapan hari perkawinan dan
menetapkan waktu punen sebagai waktu
istirahat suci artinya segala kegiatan untuk kehidupn dihentikan sama sekali. Pelaksanaan punen ini diberlakukan apabila Uma
seagai pusat aktifitas kesukuan menghadapi peristiwa-peristiwa penting.
Karena beratnya tugas tersebut maka
seorang rimata memerlukan pembantu yang
akan mengerjakan tugas-tugas ritmata apabila
ritmata berhalangan. Pembantu rimata ini
adalah orang yang telah melakukan perkawinan secara adat. Dalam suatu uma
terdapat 2 orang pembantu rimata yaitu Sikaute Lulak dan Sikamuriat. Tugas utama pembantu rimata ini adalah mengumpulkan dan membagi
hasil daging dari buruan suci secara adil dan merata dengan ketentuan bagian sedikit lebih banyak untuk rimata karena tugasnya menjaga benda-benda
suci tadi.
Sikerei adalah anggota suku yang
mempunyai kelebihan khusus dibandingkan anggota suku lainya yaitu kepandaianya
mengobati penyakit. Sehingga sikerei ini
bias juga disebut dukun.
Menjadi sikerei bukanlah suatu pekerjaan komersil karena sikerei tidak memungut
bayaran pada pasiennya meskipun yang diobati adalah pasien dari suku lain.
Sehingga menjadi sikerei atau dukun hanya berlangsung jika ada orang sakit dan
tanpa pasien sikerei bekerja seperti
warga lainnya yaitu berladang, menangkap ikan dan sebagainya. Namun demikian
peranan sikerei bukan hanya dalam hal
pengobatan supranatural, ia juga dilibatkan
dalam acara-acara seperti penebangan pohon baik untuk bahan uma, rusuk dan lelep
ataupun bahan pembuatan perahu serta pembukaan lahan perkebunan baru, juga
meminta izin kepada roh penguasa hutan atau gunung apabila warga suku akan
melakukan perburuan binatang. Hal ini dilakukan agar menghindari kemurkaannya
serta akan dengan mudah memperoleh hasil yang di inginkan.
C. Agama dan Kepercayaan
Agama yang dianut
oleh masyarakat suku bangsa Mentawai adalah Arat Sabulungan yaitu suatu fariasi
dari kepercayaan tentang berbagai kesaktian yang dimiliki oleh roh nenek moyang
atau ketsat. Dalam konsep kepercayaan agama mereka dikenal dalam beberapa nama
yang berhubungan dengan kegaiban seperti Simagre yaitu roh yang menyebabkan
orang hidup; Sabulungan yaitu roh yang keluar dari tubuh terkadang dianggap
keluar sebentar (misalnya ketika sedang terkejut). Tetapi ada juga roh yang
tidak pergi jauh dari tempat tinggal manusia seperti di bumi, dalam air, udara
pepohonan besar, di gunung, di hutan dan sebagainya. Bahkan didalam uma
terdapat satu roh penjaga yang disebut kina. Selain itu masyarakat juga
meyakini bahwa roh jahat yang kerjanya menyebarkan penyakit dan mengganggu manusia, roh ini disebut sanitu.
Sanitu berasal dari roh manusia yang matinya tidak wajar (Jawa; gentayangan)
seperti mati bunuh diri, dibunuh, kecelakaan (misalnya jatuh dari pohon) dan
mati karena sakit yang tak kunjung sembuh.
Meskipun abat XX mulailah
berdatangan penyebar agama Protestan
untuk melakukan penyebaran agama ini yang dimulai ada tahun 1901 dan selama 18
tahun berikutnya misi ini tidak menghasilkan apa-apa. Namun setelah tahun 1920 barulah berasil mendapatkan
umat dari penduduk asli Mentawai di Siberut serta pada tahun 1950 didirikan
Gereja Protestan pertama. Tahun 1935 agama katolik Roma juga menyebarkan
misinya dan langsung mendapatkan umat. Sedangkan agama Islam nanti menyebar
pada tahun 1959. Jhonri Roza menyebut bahwa orang-orang Islam telah ada di
kepulauan Mentawai sebelum VOC (abad XVII) ada di Indonesia, yaitu para pedagang di “Tanah Tepi” (sebutan untuk
wilayah untuk kawasan pesisir Barat Pulau Sumatra) untuk tujuan barter barang
seperti daun nipah, dan rotan.
Masuknya agama Samawi ternyata tidak dapat merubah kebiasaan mereka
yang berhubungan dengan roh-roh tersebut, misalnya dalam upacara adat yang
berhubungan dengan uma, pembukaan ladang baru, penebangan pohon besar, berburu
ataupun pengobatan orang sakit oleh sikerei.
D. Tata krama suku mentawai
Tatakrama
adalah adat sopan santun yang berlaku sekaligus menjadi ciri khas bagi
masyarakat pendukungnya, disamping itu tatakrama juga merupakan pola pengaturan
dalam interaksi atau pergaulan. Sehingga untuk mendekati sesuatu masyarakat
maka mempelajari tatakramanya terlebih dahulu adalah merupakan hal yang penting
supaya orang dari luar komponen masyarakat itu dapat diterima dengan baik dan
dapat menjalani suatu hubungan. Tindakan ini dapat disebut tindakan persuasive
yaitu pendekatan melalui pemahaman budaya, adat istiadat dan pola piker
masyarakat tersebut.
Namun
demikian ada satu hal yang patut menjadi perhatian dalam tatakrama Mentawai ini
yaitu bahwa hal mendasar bagi mereka adalah adanya pandangan bahwa manusia dan
alam adalah sama dalam arti keduanya harus mendapat perlakuan yang sama. Manusia
butuh makan, minum, perhiasan, ketenagaan, keserasian dan keindahan maka
alampun demikian halnya. Jiwa manusia akan pergi yang menyebabkan manusia itu
sakit bahkan meninggal dunia, jiwa alampun akan merana dan tidak peduli kepada
mereka jika kepada alam tidak diperlakukan sama, maka harus ada pengorbanan dan
sesembahan kepada alam.orang suku Mentawai akan menganggap Guntur, petir yang
menyambar, banjir yang tiba-tiba dating, angin kencang yang bergemuluh dan
seluruh gejala alam yang demikian mencekam, merupakan tetanda bahwa ada sesuatu
yang kurang pada pelayanan kepada alam atau telah ada sesuatu yang dianggar
(hal ini biasanya diketahui oleh sikerei setelah melakukan hubungan gaib dengan
roh penguasa alam)
Terkadang
ditafsirkan sebagai sikap takzim, sikap memberikan penghargaan ataupun sikap
memuliakan terhadap orang yang dihadapi. Kemudian untuk semua itu badan kita
akan memberikan reaksi sebagai sikap menghormat dengan menggerakan seperti
menganggukan kepala, menunduk atau membungkuk. Di lingkungan feodalistis sikap
ini lebih jelas lagi karena selain menunduk disertai dengan duduk bersipuh dan
dua tangan dirapatkan di sekitar wajah.
Sikap menghormatpun tidak ada yang
berlebihan. Tanpa perlu mengangguk apalagi menunduk dan membungkuk, cukup
dengan menoleh sambil mengucap analoita Apalagi
ditambah senyum sudah merupakan tatakrama menghormat yang berlaku umum.
Jadi bisa disimpulkan
bahwa bagaimanapun tingkat status seseorang tatacara menghormatinya sama baik
antara pemuda kepada yang lebih tua maupun yang sebaya.
Uniknya
lagi adalah bahwa mereka pantang menyebut nama termasuk mereka yang sebaya,
karena sebuah nama bagi mereka adalah sesuatu yang sacral.
E. Kehidupan sehari-hari suku Mentawai
Suku Mentawai hidup terikat dengan aturan adat. Salah
satu aturan adat yang selalu mereka jalankan yakni Arat Sabulungan. Arat
berarti adat, sementara Sabulungan bermakna daun. Jika diartikan, Arat Sabulungan
mengatur kehidupan suku Mentawai untuk menghormati dan menjaga daun.
Berdasarkan ajaran leluhur Mentawai, daun diyakini sebagai tempat bersemayamnya
dewa hutan, dewa gunung, dewa laut, serta dewa air.
Suku Mentawai juga meyakini daun menjadi penghubung antara
Sang Pencipta dengan manusia. Begitu kuatnya kepercayaan suku Mentawai terhadap kekuatan
daun, pantang bagi keturunan suku Mentawai untuk merusak hutan. Mereka dilarang
untuk menebang hutan sembarangan. Untuk memasak, mereka hanya diperbolehkan mengambil ranting pohon
yang telah jatuh ke tanah. Jika melanggar, mereka akan mendapat sanksi adat.
Bahkan mereka percaya, jika merusak hutan, musibah dapat menghampiri kehidupan masyarakat
Mentawai.
Hutan menjadi tempat utama bagi kehidupan suku Mentawai.
Mereka mendirikan Uma atau rumah di dalam hutan. Di dalam hutan itu pula,
mereka mencari hewan buruan untuk dimakan. Monyet, babi hutan, serta kelelawar
menjadi sasaran rutin bagi suku Mentawai. Jika dibandingkan dengan jenis hewan
lainnya, suku Mentawai menganggap monyet sebagai hasil buruan yang paling
berharga.
Ketika
ada warga berhasil mendapat buruan monyet, mereka akan memanggil anggota keluarga serta kerabat lainnya untuk ikut menikmati monyet tersebut.
Membagi rata hasil buruan dan harus dihabiskan tanpa sisa menjadi kewajiban
bagi Suku Mentawai. Mereka percaya, jika
ada hasil buruan yang tidak dihabiskan
ketika itu juga, malapetaka akan menimpa seluruh keluarga. Jenis hewan yang
pantang untuk diburu adalah anjing. Mereka menganggap, membunuh dan memakan anjing merupakan sebuah pelanggaran adat. Bagi mereka, anjing merupakan hewan kesayangan yang hanya boleh untuk
dipelihara bukan untuk dimakan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hal-hal yang telah diuraikan dalam bab II penulis
dapat menyimpulkan suku Mentawai yang
hidup dihutan-hutan dikepulauan Mentawai terdiri atas berbagai anggota suku,
seperti ketua suku, tetua suku, dan sebagainya. Meskipun beberapa agama telah
masuk ke kepulauan Mentawai, kebanyakan anggota suku Mentawai masih memiliki kepercayaan terhadap
roh-roh yang menyertai kehidupan mereka.
Kehidupan suku
mentawai sangat erat hubungannya, baik denga sesama anggota suku maupun dalam
hubungannya dengan alam. Mereka juga memiliki aturan adat untuk menghormati dan menjaga daun.
Berdasarkan ajaran leluhur Mentawai, daun diyakini sebagai tempat bersemayamnya
dewa hutan, dewa gunung, dewa laut, serta dewa air. Suku Mentawai juga meyakini daun menjadi penghubung antara
Sang Pencipta dengan manusia. Begitu kuatnya kepercayaan suku Mentawai terhadap kekuatan
daun, pantang bagi keturunan suku Mentawai untuk merusak hutan.
Kehidupan sosial
suku Mentawai juga sangat kuat, seperti saat mereka berburu binatang hutan,
mereka akan membagi hasil buruannya secara adil bagi semua anggota suku. Monyet
adalah buruan terbesar bagi suku Mentawai.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mentawai
( Diakses pada tanggal 23 Maret 2012)
http://www.sumbarprov.go.id/detail.php?id=150
( Diakses pada tanggal
23 Maret 2012)
http://openlibrary.org/b/OL2516559M
( Diakses pada tanggal 23 Maret 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/kepulauan
Mentawai ( Diakses pada tanggal 23 Maret 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Proto-Melayu(
Diakses pada tanggal 23 Maret 2012)

0 comments:
Post a Comment